Ketika saya membuka Facebook, saya ketemu postingan yang ada di hasil screenshot saya tersebut dan telah dibagikan sebanyak 6000 lebih (Pada 19 Feb 2017 Pkl. 3:07 WIB). Tadinya saya mau merampungkan tulisan saya tentang hal lain. Tetapi ketika melihat postingan tersebut, saya putuskan untuk membuat tulisan terkait nilai akademik yang tentunya ada hubungannya dengan kiriman tersebut. Lalu kenapa saya membuat tulisan terkait hal tersebut? Apakah karena IPK saya rendah? Sama sekali bukan. Alhamdulillah IPK saya 3.53 (cum laude). Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri. |
Erica Renee Goldson (Coxsackie-Athens High School in New York): “I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in Retrospect, I can not say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am of toll and working the system.”
Kutipan dari sambutan Erica Renee Goldson tersebut sangat menyentuh saya dan menurut saya sangat relevan dengan tulisan saya ini. Saya adalah lulusan dari salah satu universitas swasta di kota Bandung dan alhamdulillah memperoleh IPK 3.53 (cum laude). Saya termasuk di dalam barisan mahasiswa yang memperoleh predikat cum laude. Namun tentu ada yang lebih tinggi dari saya. Tetapi apakah IPK tersebut menjadi tolok ukur kecerdasan sesesorang seperti yang ada di hasil screenshot saya tersebut? Saya rasa tidak. Banyak hal orang bisa dikatakan cerdas, tidak sebatas IPK ataupun nilai akademik lainnya semata.
Saya mempunyai teman lulusan salah satu universitas negeri di kota Bandung dan ia beberapa tahun lalu ketika masih kuliah berhasil lolos untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Jerman. Dia mengalahkan teman-temannya yang IPKnya diatas dia, bahkan jauhhhh diatas dia. Dia bukan peraih predikat cum laude. Dia pun hanya dari kalangan menengah.
Kejujuran dan Nilai Akademik
Apakah seseorang yang memiliki nilai akademik memuaskan atau bahkan sangat memuaskan sudah pasti ia jujur dalam proses memperolehnya? Maaf selama saya menjadi seorang siswa/wi dan mahasiswa/wi, saya menemukan banyak siswa/wi dan mahasiswa/wi yang curang pada absensi dan menyontek ketika ujian. Tentunya hal tersebut membuktikan bahwa nilai akademik yang diperolehnya tidaklah murni dari hasil kerja keras yang penuh akan kejujuran. Namun juga ada siswa/wi dan mahasiswa/wi jujur selama masa studinya, dan hal tersebut patut diacungi jempol keatas.
Dari dua kondisi tersebut, maka dapat saya simpulkan bahwa tidak semuasiswa/wi dan mahasiswa/wi meraih nilai akademik yang ia raih dengan penuh kejujuran. Ada siswa/wi dan mahasiswa/wi yang meraih nilai akademik sangat memuaskan, tetapi ada ketidakjujuran dalam proses meraihnya, lalu apakah ia bisa dikatakan cerdas?
Nilai Akademik, Dunia Kerja dan Pendidikan Lanjutan
Saya sangat tidak setuju jika nilai akademik menjadi salah satu syarat utama dalam dunia kerja. Karena bisa saja yang tidak sesuai dengan syaratnya malah faktanya lebih pintar daripada yang sesuai dengan syaratnya. Tetapi memang faktanya banyak perusahaan yang mencantumkan standar nilai akademik. Namun juga selama saya mencari pekerjaan, saya menemukan banyak pekerjaan yang tidak mensyaratkan nilai akademik dan gaji diatas UMR. Ada yang titik sukarnya terletak pada wawancara. Hal tersebut menunjukkan perlunya kemahiran berkomunikasi dan fast thinking. Fast thinking memiliki keterkaitan yang amat erat dengan wawasan yang luas dan logika dalam berpikir. Wawasan yang luas bisa diperoleh dari berorganisasi, easy going dimanapun, diskusi di luar organisasi, pendidikan nonformal, dll. Tidak semua yang memiliki nilai akademik terbilang tinggi memiliki kemahiran dalam hal berkomunikasi termasuk juga cepat dalam fast thinking. Banyak yang memiliki nilai akademik terbilang tinggi tetapi menjadi pengangguran dalam waktu yang lama. Sedangkan yang nilai akademiknya terbilang lebih rendah lebih dulu memperoleh pekerjaan. Dalam memperoleh pekerjaan juga perlu adanya kesabaran, usaha dan doa.
Sebagai contoh lain, kerja sosial di Jerman. Kerja sosial yang saya maksud ialah Bundesfreiwilligendienst (BFD) dan Freiwilliges Soziales Jahr (FSJ) dengan kontrak 6 bulan – 1 tahun (namun biasanya banyak yang memperoleh selama 1 tahun) plus ada kemungkinan tambah kontrak hingga 18 bulan. Ketika saya mencari lowongan terkait kedua hal tersebut, mereka tidak mensyaratkan nilai akademik. Mereka melihat dari surat motivasi dan tak sedikit pula yang ditambah dengan wawancara. Ada pula yang menambahkan masa percobaan ketika resmi diterima.
Selain itu, perlu juga memperhatikan pendidikan vokasi ala Jerman yang diminta untuk diterapkan di Indonesia oleh Presiden Joko Widodo kepada pihak Jerman. Khusus untuk duale Ausbildung yang mana lebih sedikit teori daripada praktek, dapat terlihat banyak sekali perusahaan yang tidak mensyaratkan nilai akademik secara keseluruhan, kalaupun ada mensyaratkan nilai akademik pastinya hanya beberapa saja. Silahkan lihat di ausbildung.de pada bagian duale Ausbildung.
Tokoh-Tokoh Dunia yang Tidak Begitu Baik dari Segi Akademik
Saya pikir aneh jika tidak menyertakan contoh para tokoh yang tidak bagus di akademiknya. Berikut ini adalah contoh tersebut:
- Bill Gates di DO dari Harvard
- Steve Job di DO dari Reed College
- James Cameron di DO dari Harvard
Namun saya ada menemukan begini alasannya:
Tetapi Bill gates di DO dari universitasnya karena ia tidak peduli dengan akademiknya, ia lebih fokus pada hobinya,
Jawaban saya:
Bagaimana jika ternyata Ahok mendapatkan IPK seperti yang tertera pada gambar tersebut karena juga tidak peduli dengan akademiknya dan lebih fokus ke hal lainnya? Tidak hanya Ahok tentunya, tetapi juga orang lain yang seperti itu.
Penutup
Tulisan saya ini dimaksudkan untuk mengkritik orang yang memposting hal tersebut, dan juga pihak lainnya yang hanya berorientasi pada nilai akademik dalam menentukan seseorang pintar atau tidak, cerdas atau tidak. Selain itu, tulisan saya ini juga saya maksudkan untuk mendukung siapapun yang memperoleh nilai akademik yang kurang memuaskan atau tidak memuaskan. Mari bersama-sama penuh semangat dalam menjalani hidup ini! Baik untuk yang mau lanjut studi maupun lanjut ke dunia kerja Dosen filsafat saya pernah memberikan nasehat. Ia mengatakan untuk bertahan di luar negeri khususnya negara maju, hal yang amat penting ialah cara berpikir dan bahasa. Bahkan dosen saya tersebut tidak menganggap nilai ujian penting untuk menentukan nilai akhir pada mata kuliahnya. Yang ia anggap penting ialah cara berpikir mahasiswa/winya ketika mempresentasikan cara-cara berpikir dari para filsuf dan cara berpikir ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dari dosen saya tersebut. Selain itu, yang dinilai juga dari segi kejujuran.
Mohon maaf jika terdapat salah-salah kata.
Waallahu a'lam.
Sumber:
http://mentalfloss.com/article/28826/9-presidential-candidates-who-werent-great-students
http://faperta.ugm.ac.id/2014/site/fokus/pdf/permen_tahun2014_nomor049.pdf
http://www.hipwee.com/sukses/ipk-memang-bukan-segalanya-tapi-5-hal-ini-jadi-alasan-ipk-yang-baik-tetap-penting-kamu-punya/
http://news.okezone.com/read/2012/03/10/373/590698/ipk-bagus-penting-enggak-sih
http://eqi.org/erica_goldson.htm
https://www.youtube.com/watch?v=QwGDgAUPAT4